• Facebook
  • Instagram
  • Youtube
  • 0Shopping Cart
DINAS PETERNAKAN NTT
  • BERANDA
  • PUBLIKASI
    • STATISTIK
  • PROFIL
    • PROFIL PIMPINAN
    • PROFIL DINAS
    • MAKLUMAT PELAYANAN
    • STRUKTUR ORGANISASI
    • STANDAR PELAYANAN PUBLIK
    • SEJARAH
    • SDM
    • SEJARAH PIMPINAN
  • UNIT KERJA
  • PPID
  • LAYANAN
    • PUSKESWAN
    • SIROMEO
    • SILARIS
    • SIANAK-RARA
    • SATGAS RABIES
    • SIKAPETER
    • SIMUNGIL LOVE
    • SIBUK DI TERNAK
    • SIMPONI TERNAK
    • SIGENCARKU
    • SERTIFIKASI NKV
    • SURVEY
    • E-BOOK
  • Menu Menu

RISIKO PENULARAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

You are here: Home1 / RISIKO PENULARAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DI PROVINSI NUSA...

RISIKO PENULARAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh : Drh.Melky Angsar, M.Sc

Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dinas Peternakan Provinsi NTT

Risiko terjadinya kasus Avian Influenza (AI) pada peternakan rakyat akibat import DOC, karkas ayam dan telur dari luar NTT

            Walaupun sejak 2004, tidak pernah lagi terjadi kasus kematian unggas karena AI  di NTT, namun  serologis  masih menunjukan angka positif  di atas 20%. Tentu hal  ini  cukup mengherankan, karena  Provinsi  NTT  tidak pernah melakukan  vaksinasi  AI (kecuali  di  peternakan  layer)  dan  semua  DOC, karkas ayam dan telur  yang masuk  selalu  diawasi secara  ketat, yaitu berasal dari perusahaan  yang sudah dilakukan  analisis risiko, memiliki sertifikat kompartemen bebas  AI, memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV)  dan  menunjukan  hasil  pemeriksaan  laboratorium negatif  AI pada screening test setiap  produk yang  akan diekspor ke  Provinsi  NTT. Regulasi yang mewajibkan screening test semua bibit dan telur yang masuk ke NTT sangat membantu mengurangi dan menekan kasus di lapangan. Hal ini juga didukung oleh adanya pengujian laboratorium veteriner yang terakreditasi ISO 17025:2018 oleh Komite Akreditasi Nasional. Screnning test, surveilans, pengawasan dan monitoring yang rutin pada unit usaha budidaya bibit ayam sangat membantu mengurangi penyebaran penyakit Avian Influenza melalui lalu lintas produk. Karena bibit ayam dihasilkan oleh unit usaha yang bebas penyakit Avian Influenza.  Namun mengapa  masih saja  ada serologis positif pada  unggas  di sektor  3 dan 4 ?

FAO membagi industri peternakan unggas atas 4 sektor yakni: (a) Sektor 1, adalah Perunggasan Terintegrasi yang menerapkan biosekuriti secara sangat ketat (high level bioscurity), (b) Sektor 2 adalah Peternakan Komersial yang melakukan pemeliharaan dalam ruangan tertutup dan menerapkan biosekuriti secara moderat, (c). Sektor 3 adalah Peternakan Rakyat (Small farmers), melaksanakan biosekuriti secara terbatas, karena masalah biaya sedangkan perkandangan terbuka, sehingga terjadi hubungan dengan unggas liar dan (d) Sektor 4, yakni Peternak Tradisional (back yard), yakni pemeliharaan ternak tanpa menggunakan kandang dan manajemen intensif dan biosekuriti tidak ada sama sekali. Wabah AI terutama menyerang sektor 3 dan 4 dan khusus pada tahun 2006 dan 2007, wabah AI pada umumnya hanya terjadi pada sektor 4.

Berdasarkan  perkiraan   risiko  terjadinya  kasus AI  di NTT akibat pemasukan unggas  dan produk unggas  dari  luar  Provinsi  NTT   ke NTT  menunjukan hasil  kecenderungan   yang  sangat  rendah  karena  unggas  berasal dari peternakan  sektor  1  dan  2.  Namun  yang  perlu diperhatikan  secara  lebih serius  adalah kemungkinan masuknya  virus AI  lewat  burung liar  karena  sektor  3  dan 4   yang  mencapai   36, 82%  populasi  unggas  di NTT,  tidak menerapkan biosekuriti yang bagus  sehingga  risiko terbesar masuknya  AI  ke NTT adalah lewat migrasi  burung liar  dan pemasukan  unggas  hobby secara illegal seperti  ayam aduan, burung love bird, burung berkicau  lainnya..

Risiko terjadinya  kasus  AI  pada peternakan  rakyat akibat  burung  liar

Populasi unggas di NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2021 sebanyak 28.638.697  ekor terdiri  atas  10.294.543  ekor  ayam kampung,  212.933 ekor  ayam petelur,   17.878.142  ekor  ayam broiler, dan   253.079  itik (BPS Provinsi  Nusa Tenggara Timur Tahun 2022) yang menyebar di 22 kabupaten/kota di NTT.  Peternakan  ayam kampung  dan itik mencakup 36,82 %  populasi  unggas  di NTT  dan  kebanyakan adalah  peternakan  system  umbaran  dan  backyard  sehingga  penanganan  kesehatan dan  biosekuriti  sangat  sulit diterapkan.

Pada musim dingin, burung-burung liar bermigrasi ke arah selatan melintasi Indonesia yang terletak pada 6oLU – 11oLS. Indonesia termasuk ke dalam dua jalur migrasi burung pantai dunia yaitu jalur Asia Timur-Australia (East Asian-Australian Flyway) dan jalur Pasifik Barat (West Pacific Flyway). Jalur Asia Timur-Australia terbentang dari Alaska menuju Siberia Timur, Asia Timur melalui Timur Tiongkok, Asia Tenggara melalui Semenanjung Malaysia, Indonesia (termasuk Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Nusa  Tenggara), hingga menuju Australia dan New Zealand. Jalur Pasifik Barat terbentang dari Timur Rusia menuju Kepulauan Jepang, Taiwan, Filipina, Papua, hingga menuju Australia dan New Zealand

Pada musim gugur burung-burung pengembara dari utara mulai berdatangan, puluhan ribu ayam-ayaman berpindah melalui pesisir Timur Asia Tengah menuju tempat hidupnya sementara di Sunda Besar dan Nusa Tenggara. Penyeberangan utama adalah dari Cape Rachado di Semenanjung Malaysia menuju Pulau Sumatera. Beberapa minggu kemudian mereka menyeberangi Selat Sunda, berpindah-pindah di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, kemudian menyeberangi Selat Bali menuju Pulau Bali dan Nusa Tenggara (MacKinnon et al. 1992)

Migrasi burung liar yang   merupakan reservoir  virus H5N1  tersebut, dimulai pada bulan Juli dan semakin lama semakin banyak. Migrasi tersebut akan menularkan virus pada hewan-hewan domestik yang ada di jalur perjalanan mereka. Para ilmuwan meyakini bahwa burung-burung liar/ burung air yang bermigrasi membawa virus H5N1 dalam bentuk HPAI. Hal ini terbukti dengan kejadian luar biasa (KLB) Avian Influenza pada hewan di Asia Tenggara yang terjadi pada musim dingin 2003-2004.  Saat itu, kepadatan burung-burung liar di Asia Tenggara berada pada puncaknya Suhu  lingkungan   yang relatif lebih rendah itu akan membuat  virus  bertahan  lebih  lama, karena dia mampu bertahan hidup   di  air pada suhu  22oC   sekitar  empat hari. Virus H5N1  dengan patogenitas yang  tinggi (HPAI) dapat bertahan lama pada lingkungan dengan suhu udara yang rendah. Terlihat bahwa daerah yang rata-rata suhu udaranya rendah berisiko lebih besar terserang penyakit Avian Influenza.  Syukurlah karena  rata- rata  suhu di NTT  antara 26-28 C  sehingga  virus  AI  sulit berkembang.  Kalaupun  secara  serologis  ada, namun  tidak sampai menimbulkan kematian.

Risiko terjadinya  kasus  AI  pada peternakan  rakyat akibat  komunitas  burung  berkicau dan ayam aduan.

            Selain  itu,  pemasukan  ayam  aduan   dan  burung  berkicau  yang harganya  mahal   oleh   para  pecinta   burung berkicau  dan ayam aduan,   juga  berpotensi  untuk  memasukan  penyakit  AI  ke  NTT, baik lewat jalur darat, laut maupun udara. Pemasukan  unggas  illegal  ini  cukup  marak dan susah dikontrol  karena  dilakukan  oleh  para  pecinta  burung berkicau dan ayam aduan  yang  memiliki financial  berlebih  sehingga  mereka  bekerjasama  dengan oknum  aparat  yang  terkait. Di NTT  hampir  setiap  tahun  diadakan lomba  burung  berkicau oleh  komunitas  burung  berkicau  yang  jumlahnya  ratusan  orang,  yang mana  burung- burung tersebut  bukanlah burung endemik yang ada  di NTT, melainkan dibawa  dari  Pulau  Jawa  yang notabone  masih zona  merah  Avian Influenza.  Ayam  aduan  juga  menjadi  factor  risiko lainnya,  dimana  ayam  aduan  seperti ayam  Bangkok, ayam  Filipina, ayam Peru  yang harganya  mahal  karena  terkait  dengan adat dan budaya masyarakat NTT  yang hobby  aduan ayam, bahkan pernah difasilitasi oleh  Walikota  Kupang. Ayam  aduan ini   juga  bukan ayam endemik di NTT  karena  didatangkan dari luar NTT  secara illegal sehingga status  penyakit hewannya tidak jelas.  Ayam aduan  ini  diikat/ dikandangkan bersama- sama  dengan   ternak  unggas lain  milik masyarakat, karena  system pemeliharaan masih backyard. Kondisi  ini  semakin tak terkendali karena dijadikan  arena  judi  oleh para pecinta  ayam aduan  yang tentu menghasilkan  income tambahan, bahkan ada  sebagian  orang menjadikannya  sebagai  pekerjaan tetap  dan bisinis  yang menggiurkan.

            Memperhatikan  sistem pemeliharaan  unggas  di  Provinsi  Nusa  Tenggara  Timur  yang  36,82 % masih  backyard  dimana  biosekuriti  sangat tidak diperhatikan, pemasukan  ayam  dan burung  hobby  yang tidak terkontrol, serta   lalulintas  burung liar  yang  sering melintasi  daratan Timor  dan  berinteraksi dengan  unggas  milik masyarakat  pada  sektor  4,  maka  membebaskan    NTT  dari  AI  secara  utuh bisa  dilakukan  walaupun  agak sulit. Secara  klinis,  bisa  menekan sampai  nol kasus  karena   kondisi  iklim  yang panas mampu menahan  terjadinya  wabah, namun secara  serologis  sangat sulit  diberantas. Pilihan  paling masuk akal adalah  pembebasan berbasis  kompartemen  yaitu  kompartemen  milik  perusahaan  unggas   swasta  yang telah menerapkan  biosekuriti maksimum beserta peternak  plasma  binaannya ataupun pembebasan per  zona  Pulau per Pulau.

KONTAK KAMI

ALAMAT : JL VETERAN – FATULULI KEC OEBOBO  KUPANG – NTT

NO. TELEPON : 0380 -825250

E-MAIL : websitedisnak@gmail.com

INSTAGRAM : https://instagram.com/dinas.peternakanprovntt

FACEBOOK : https://www.facebook.com/disnak.provntt

YOUTUBE : https://youtube.com/channel/UCTtrZxuRGST3o3zdDh_NmRA

KALENDER

November 2022
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
282930  
« Oct   Dec »
© Copyright - DINAS PETERNAKAN NTT - Enfold Theme by Kriesi
RABIES,  KERIKIL  TAJAM  DALAM   MEMBANGUN PARIWISATA  DI  NTTDETEKSI DINI PMK DENGAN ELISA (ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY)
Scroll to top